Hai, kamu!
Ah, aku kaku memanggil namamu lagi.
Ntahlah, seakan ini masih mimpi berpisah dengan seseorang yang pernah aku anggap sangat berarti.
Bukan, bukan sekarang kamu tidak berarti hanya saja kata itu bukan aku lagi yang pantas mengatakannya.
Kamu, yang pernah menjadi degup jantung ini, apa kabarnya?
Lebih baikkah kamu yang tanpa aku?
Masihkah kamu memiliki degup jantung yang sama seperti dulu saat menyebutkan cinta padaku?
Atau sudah bebaskah kamu dari segala rasa yang pernah ada?
Ahh... beribu tanya memendam, segala keingin tahuan aku tentang rasamu begitu besar sampai aku ingin tahu segalanya.
Yahh, tapi ku harap di sana kamu merasakan jaug lebih baik dari pada aku walau kamu tahu terkadang aku yang tanpa kamu takkan pernah baik-baik saja.
Sepertiga malam ini, kamu lagi apa?
Pasti sedang terpulaskan dengan mimpi yang bukan aku lagi di dalamnya.
Wanita mana yang mampu membuat debar jantung mu itu?
Ahh.. ntahlah, rasanya aku tidak rela dan memaksa ingin dicintaimu kembali.
Tapi tidak, surat ini aku buat hanya ingin bersyukur bahwa Tuhan pernah mentakdirkan seseorang yang baik, yang mencintaiku dengan baik, dan memperlakukan aku pun dengan sangat baik. Tapi sesungguhnya Tuhan tidak memberi waktu yang lebih lama untuk kita menjalani setiap detik waktu secara bersama.
Kenangan yang terukir jelas dipikiran, aku tidak mampu menghapusnya, aku pun tidak mau melakukam itu.
Lekuk senyummu, gelegar tawa, sentuh lembut jarimu, bagian mana yang tidak aku suka? Tidak Ada.
Bahagia sempat memiliki kekasih sepertimu.
Kali ini aku menulis surat untukmu tanpa air mata, tanpa kesedihan melepaskan kamu, merelakan mu pun aku sanggup.
Aku menulis ini dengan penuh doa dan harap.
Tuhan Maha Tahu segalanya.
Sudah ku janjikan tiada lagi kesedihan seperti awal kita saling melepaskan.
Kini hanya tersisa rindu yang aku punya.
Yahh, kerinduanku yang sesekali mengingat, dulu aku dan kamu pernah menjadi "KITA".
Iya, KITA yang bahagia, yang pernah bersama, merangkai mimpi harapan, tertawa sesuka hati, mengkhayalkan masa depan, menggenggam terlalu erat yang akhirnya terlepaskan.
Yahh, kini melepaskan diri dari segala rasa, mimpi kebiasaan, kebersamaan, bahkan komitmen sekali pun.
Takdir Tuhan menentukan, hanya segini batas waktu kita.
Aku disini bersama tumpukan rindu selalu ingin kamu membaik disana setiap harinya. Tidak perlu melupakan segala yang pernah kita lewati cukup jadikan ini kumpulan cerita indah hidupmu!
Jaga dia, kekasih baru mu yang mencintaimu dengan setumpuk rasa tulus.
Karena disini aku pun menjaga kekasih baru ku dengan amat sangat.
Ini aku yang dibalut kerinduan masa lalu.
Salam terindah dari rasa yang dulu pernah ada.
Aku yang tak terpejam karena rindu!
*Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara*
Ma, aku memang bukan anak perempuan yang selalu bilang iya terhadap apa yang kamu katakan..
Ma, aku memang bukan anak perempuan yang cantik yang bisa kamu banggakan di depan teman-temanmu..
Ma, aku memang bukan anak perempuan yang selalu menuruti semua keinginanmu..
Ma, aku memang bukan anak perempuan yang rajin yang selalu menggantikan semua pekerjaan rumahmu..
Ma, biarpun aku memang bukan anak perempuan seperti yang kau harapkan, aku selalu membuat harapanku sendiri untuk menggantikan harapan-harapanmu yang tak bisa aku lunasi. Aku berusaha memiliki harapan itu satu per satu, yang aku perlukan bukan pujianmu, ma. Aku hanya perlu semangat dan kasih sayangmu. Aku tidak peduli apa yang dikatakan orang, ma. Aku hanya ingin menggantikan harapan-harapanmu dengan harapan-harapanku yang nanti akan ku capai, maaf aku tidak bisa melunasinya dengan harapan yang sama.
Ma, kita memang jarang sekali menyukai hal yang sama. Kita selalu bertengkar dengan ego masing-masing untuk memenangkan apa yang kita yakini itu benar.
Ma, Aku Jauh, Kamu Jauh, Kita Jauh sekarang. Ini memang pilihanku yang mematikan aku sendiri, ketahuilah ma hal sederhana yang sangat gengsi aku katakan,.. Aku tidak pernah bisa jauh darimu, tidak pernah. Untuk memutuskan aku harus membeli baju atau sepatu dulu saja aku meminta tanggapanmu.
Ma, maafkan aku yang masih tidak bisa menjelaskan kenapa aku lebih memilih apa yang aku senangi dibandingkan apa yang menjadikan tuntutan bagiku.
Ma, maafkan aku yang masih tidak bisa menyeimbangkan kemauanmu dan kemauanku.
Ma, maafkan aku yang terlalu banyak menuntutmu, membangkang darimu bahkan mengecewakanmu. Aku tidak pernah bermaksud membuatmu sedih. Aku memang tidak pernah bisa menyampaikan kalimatku dengan bahasa ibumu. Aku sedang belajar membahagiakanmu, ma.
Ma, jika aku tidak bisa memenuhi apa yang kamu inginkan, namun aku sukses dan bahagia untukmu, aku masih anak perempuan mu kan ?
greendyshe~